KEGAGALAN KONSTRUKSI
Ambruknya atap 3 bangunan kelas SMKN 1 Malingping Banten
PENDAHULUAN
Kegagalan bangunan karena
strukturnya gagal berfungsi dapat menimbulkan kerugian harta benda, bahkan
korban jiwa. Bangunan yang didesain terhadap beban-beban rencana dari code-code
yang ada, belum dapat menjamin sepenuhnya bebas dari segala risiko kegagalan
bangunan, karena penyebabnya kompleks. Salah satu strategi mengantisipasi
risiko dapat dimulai dari tahap perencanaan.
Langkah pertama yang penting
adalah memperkirakan penyebab kegagalan sehingga dapat dibuat simulasi
kejadiannya. Selain simulasi fisik (eksperimen) maka simulasi numerik berbasis
komputer menjadi alternatif lain yang canggih dan relatif murah. Makalah ini
akan membahas penyebab ambruknya atap 3 ruang kelas SMKN 1 Malingping Banten
dan solusi pencegahannya pada bangunan-bangunan sekolah lainnya.
Ambruknya atap 3 bangunan kelas
SMKN 1 Malingping Banten pada tanggal 12 Desember 2008 sekitar pukul 09.00 WIB
diduga karena konstruksinya yang terbuat dari rangka baja ringan tidak kuat
menahan beban. Kejadian tersebut mengakibatkan 25 orang siswa luka, dua
diantaranya masih dirawat di rumah sakit karena patah tulang belakang.
PEMBAHASAN
Dengan dikeluarkannya UU-RI No.18
Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa
Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000, maka timbul berbagai
komentar dari berbagai Asosiasi Profesi terutama perihal definisi dari
“Kegagalan Bangunan” (“Building Failure”) serta penerapan dari Undang-Undang
tersebut. Dampak ini melanda pengguna Jasa Konstruksi dan pihak Asuransi,
karena definisi yang ditentukan dalam Undang-Undang tersebut spektrumnya sangat
luas sehingga sulit untuk diterapkan.
Untuk memungkinkan terlaksananya Undang-Undang
tersebut maka perlu dibuat rambu-rambu mengenai kriteria dan Tolok Ukur
Kegagalan Bangunan yang lebih realistis dan spesifik.
UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi, Bab 1, Pasal 1 ayat 6 adalah:
Kegagalan bangunan adalah keadaan
bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa
jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi
atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa.
Menurut Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V Pasal 34 adalah:
Kegagalan bangunan merupakan
keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian
dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau
keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia jasa dan atau Pengguna jasa
setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Menyamakan persepsi tentang
‘kegagalan bangunan’ sangat penting, istilah tersebut dapat berbeda antara satu
profesi dengan yang lainnya. Menurut UU No.18/1999 tentang JASA KONSTRUKSI, Pasal 1: “Kegagalan bangunan
adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa
kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara
keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak
kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan
penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;”. Sedangkan menurut Pasal 6: “Bidang usaha jasa
konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal
dan/atau elektrikal dan /atau tata lingkungan, masing-masing beserta
kelengkapannya”.
Dari definisi di atas tentunya
menarik untuk dipertanyakan, bagaimana dengan kasus kegagalan yang terjadi
selama pelaksanaan konstruksi, karena hal tersebut sering terjadi dan
diberitakan (sumber: www.detiknews.com), misalnya:
Ambruknya atap 3 ruang kelas
SMKN 1 Malingping, Banten.
Apakah kejadian-kejadian tersebut
diluar pembahasan UU No.18 /1999 tentang kegagalan bangunan? Selanjutnya dalam
konteks permasalahan ini akan dibahas‘kegagalan bangunan’ dari sudut pandang
dari pekerjaan sipil. Dalam kaca mata profesi teknik sipil, fungsi utama
bangunan adalah memikul beban-beban dan pengaruh lingkungan luar. Jadi bangunan
yang gagal adalah jika tidak mampu memikul beban atau rusak akibat pengaruh
lingkungan luar. Adapun tolok ukurnya adalah kekuatan dan kekakuan struktur,
dan tidak terbatas setelah waktu penyerahan saja tetapi telah dimulai sejak
pelaksanaan.
PENYEBAB keruntuhan yang mungkin terjadi:
Berdasarkan data yang dikumpulkan
dan hasil pengamatan di lapangan, maka ambruknya atap ruang kelas tersebut
akibat hal-hal berikut:
Pemilihan lokasi yang berisiko:
daerah yang rawan gempa, angin yang cukup kencang atau perbedaan ketinggian
tanah, atau kondisi tanah yang labil atau ekspansif.
Ketentuan proyek yang tidak
jelas: akibat tidak terjadinya komunikasi yang baik antara pemilik dan
pelaksana proyek maka dapat terjadi bahwa ekspektasi pemilik ternyata berbeda
dengan yang dia harapkan pada awal mulanya.
Kesalahan perencanaan: akibat
gambar dan spesifikasi yang tidak lengkap, pemilihan sistem struktur yang
rentan kerusakan atau detail yang rawan terhadap kerusakan jangka panjang
(misal rangka atap menggunakan baja ringan, penutup atapnya menggunakan genteng
pelentong), atau karena perencananya sendiri tidak mempunyai kompetensi yang
cukup (asal dapat menjalankan program komputer rekayasa dan langsung mengadopsi
hasil, meskipun sebenarnya mengandung kesalahan) dsb.
Kesalahan pelaksanaan: misal pada
penggalian tanah, kecelakaan alat, urutan pelaksanaan atau metode pelaksanaan
yang tidak disesuaikan dengan perencanaannya, atau mengganti spesifikasi dengan
sengaja untuk mendapatkan keuntungan yang tidak halal.
Material yang tidak bermutu:
meskipun ada sampel material yang diuji dan telah memenuhi spesifikasi teknis
yang ada tetapi dapat saja terjadi cacat yang tidak terdeteksi dan baru
ketahuan setelah ada kegagalan sehingga tidak bisa dikategorikan kesalahan
perencana atau pelaksana.
Kesalahan pemakaian: Beban hidup
yang tidak sesuai rencana dan fungsinya, misalnya dari hunian menjadi gudang
sehingga beban hidupnya berlebihan. Bisa juga akibat kelalaian dalam perawatan,
misal lapisan pelindung (cat) pada struktur baja rusak sehingga korosi.
KESIMPULAN
Mengetahui penyebab keruntuhan
struktur merupakan langkah awal yang efektif untuk mencegah kejadian tersebut
berulang. Dengan mengetahui penyebab keruntuhan struktur, maka dapat dilakukan
persiapan yang lebih baik bagi bangunan lain yang sedang direncanakan agar
tidak mengalami kejadian yang serupa.
Langkah pertama yang penting adalah
memperkirakan penyebab kegagalan sehingga dapat dibuat simulasi kejadiannya.
Selain simulasi fisik (eksperimen) maka simulasi numerik berbasis komputer
menjadi alternatif lain yang canggih dan relatif murah.
REFERENSI
Undang-Undang No. 18 Tahun 1999
Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2000
Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 2000
Komentar
Posting Komentar