KONSERVASI ARSITEKTUR KAWASAN KOTA TUA JAKARTA
BAB III
GAMBARAN KAWASAN
DAN BUDAYA CAGAR BUDAYA
3.1.
Kondisi
Eksisting Kawasan Kota Tua
a.
Museum
Fatahillah
Museum
Fatahillah merupakan bangunan kolonial Belanda yang dipergunakan sebagai balai
kota. Peresmian gedung dilakukan pada
tanggal 27 April 1626, oleh Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627)
dan membangun gedung balai kota baru yang kemudian direnovasi pada tanggal 25
Januari 1707, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan baru
selesai pada tanggal 10 Juli 1710 di masa pemerintahan lain, yaitu pada
Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck.
Gedung
yang dipergunakan sebagai Balaikota ini, juga memiliki fungsi sebagai
Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan
Dewan Kotapraja (College van Scheppen). Kemudian sekitar tahun 1925-1942, gedung tersebut juga digunakan untuk mengatur sistem
Pemerintahan pada Provinsi Jawa Barat. Kemudian
tahun 1942-1945, difungsikan sebagai
kantor tempat pengumpulan logistik Dai Nippon.
Gambar 3.1. Museum
Fatahillah
(Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Jakarta_Indonesia_Jakarta-History-Museum-02.jpg)
Arsitektur
bangunan museum fatahillah bergaya Neoklasik, dengan tiga lantai dengan cat
kuning tanah, kusen pintu, dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua.
Bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin.
Museum
ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan
konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.
Museum
fatahillah berdasarkan pembentukannya hingga kini menyimpan sisa penjajahan di
dalamnya. Terbentuk menjadi dua lantai dengan ruang bawah tanah ini, terdapat
banyak peninggalan bersejarah, diantaranya :
Pada
lantai bawah museum terdapat peninggalan VOC seperti patung, keramik-keramik
barang kerajinan seperti prasasti, gerabah, dan penemuan batuan yang ditemukan
para arkeolog. Terdapat pula peninggalan kerajinan asli Betawi (Batavia)
seperti dapur khas Betawi tempo dulu.
Gambar 3.2. Lantai
Bawah Museum Fatahillah
(Sumber:
http://satupedang.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-gedung-museum-fatahillah.html#)
Lantai
dua museum terdapat perabotan peninggalan para bangsa Belanda mulai dari tempat
tidur, dan lukisan-lukisan, lengkap dengan jendela besar yang menghadap
alun-alun. Konon, jendela besar inilah yang digunakan untuk melihat hukuman
mati para tahanan yang dilakukan di tengah alun-alun.
Gambar 3.3. Lantai
Dua Museum
(Sumber: http://satupedang.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-gedung-museum-fatahillah.html#)
Museum
ini mempunyai ruang bawah tanah, dan di dalam ruangan tersebut terdapat penjara
bawah tanah untuk para tahanan yang melawan pemerintahan Belanda. Terdiri dari
5 ruangan sempit dan pengap dengan bandul besi, sebagai belenggu kaki para
tahanan.
Gambar
3.4. Penjara
Bawah Tanah
(Sumber: http://satupedang.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-gedung-museum-fatahillah.html#)
b. Kantor
Pos
Kantor
Pos Kota adalah bangunan bersejarah di Kota Tua Jakarta, Indonesia. Gedung ini
dirancang oleh Ir. R. Baumgartner tahun 1929 dengan nama Post-en telegraaf kantoor. Kantor Pos Kota adalah salah satu
bangunan yang mengelilingi Alun-Alun Fatahillah.
Gambar 3.5. Kantor Pos
(Sumber: https://www.flickr.com/photos/kuntawidjaya/14109323750)
Bangunan ini dirancang dengan gaya
modern awal (Nieuwe Zakelijkheid) yang populer di Belanda dan Hindia Belanda
pada akhir 1920-an. Gaya arsitekturnya disesuaikan dengan iklim tropis
Indonesia dan dihiasi "fasade ganda", elemen khas dalam arsitektur
Hindia tropis.
c.
Gedung Jasindo
Gedung Jasindo ini terletak di Jalan
Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta
Barat, Provinsi DKI Jakarta.Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV
West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java
Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini
dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te
Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.
Gambar 3.6. Gedung
Jasindo
(Sumber:
http://kekunaan.blogspot.co.id/2016/03/gedung-jasindo-taman-fatahillah.html)
Gedung
tersebut sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun
sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan.
Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT
Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi
digunakan untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini
menyebabkan bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan
karena dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan
perbaikan.
Atap
di lantai 3 sisi selatan gedung Jasindo telah runtuh. Dinding sisi barat juga
telah rubuh hingga separuh. Terdapat juga sedikit retak di kolom pada sisi
barat dinding yang telah roboh. Pada dinding-dinding baik di sisi barat dan
timur serta beberapa joint antara dinding dan tembok terlihat lapisan dinding
(plaster) yang telah terkelupas. Kondisi jendela yang terdapat pada bangunan
terlihat mulai lapuk pada kusen dengan beberapa kaca jendela telah lepas atau
pecah. Di bawah jendela terdapat lubang angin dengan dua pola bentuk yaitu
persegi dan bujur sangkar yang berornamen. Terdapat bangunan atap darurat di
atas tangga. Terlihat pula vegetasi yang tumbuh di atap bangunan yang masih
tertinggal.
Ruangan
yang terdapat pada lantai 3 menggunakan ubin dengan paduan antara warna merah,
oranye dan ubin polos. Pola yang digunakan dalam menyusun ubin berupa persegi
panjang membentuk huruf L. Terdapat dua pintu besar pada area masuk bangunan.
Pada sisi utara ruangan terdapat ruang yang merupakan bekas lift. Plat lantai
dan balok bangunan terbuat dari beton dan pada kondisi terkini terlihat bahwa
lapisan terluar beton telah terkelupas sehingga terlihat tulangan besi yang
digunakan. Sedangkan kolom terbuat dari batu bata yang disusun dengan pola
memanjang dan melintang dan bergantian pada tiap baris.
Kawasan
Kota Tua saat ini sedang direvitalisasi agar dapat dikembangkan sebagai Zona
Ekonomi Khusus oleh JOTRC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation) dan
juga sebagai destinasi wisata nasional oleh UPK (Unit Pengembangan Kawasan)
Kota Tua. JOTRC merupakan konsorsium swasta yang didirikan sekitar tiga tahun
lalu oleh beberapa orang yang merasa prihatin terhadap upaya pengembangan
kawasan Kota Tua Jakarta yang dikesankan berjalan di tempat.
d.
Museum
Seni Rupa dan Keramik
Museum
Seni Rupa dan Keramik terletak di Jalan Pos Kota No 2, Kotamadya Jakarta Barat,
Provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum yang tepatnya berada di seberang Museum
Sejarah Jakarta itu memajang keramik lokal dari berbagai daerah di Tanah Air,
dari era Kerajaan Majapahit abad ke-14, dan dari berbagai negara di dunia.
Gambar
3.7. Museum
Seni Rupa dan Keramik
(Sumber:
http://baliinspirasi.com/temukan-makna-seni-di-museum-seni-rupa-dan-keramik.html)
Gedung
yang dibangun pada 21 Januari 1870 diresmikan menjadi Museum Seni Rupa dan
Keramik pada 1990. Memasuki ruangan museum akan terlihat koleksi di lantai satu
ditata elegan, baik yang di sayap kiri maupun yang di kanan. Di lantai dua,
dengan menaiki tangga besi melingkar, terdapat ruangan berisi koleksi keramik
asal dari luar negri, seperti Cina, Belanda, Jerman, Jepang, Timur Tengah,
Thailand dan Vietnam.
Ada
sekitar 500 karya seni berupa patung, totem kayu, lukisan, sketsa, dan batik
lukis yang disimpan di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta, diantaranya adalah
lukisan karya Hendra Gunawan berjudul “Pengantin Revolusi”, karya Raden Saleh
“Bupati Cianjur”, lukisan S.Sudjojono “Seiko”, dan lukisan Affandi “Potret
Diri”.
Koleksi
benda kuno dari jaman kerajaan seperti cakra, kepeng Cina, tepian lonceng,
pedupaan dan beberapa benda yang belum diketahui jenisnya disimpan di dalam
lemari kaca dalam ruangan di sayap kanan bangunan museum.
Di
tengah bangunan Museum Seni Rupa dan Keramik terdapat ruang terbuka yang
ditanami pohon dan rumput, serta bangku-bangku yang bisa dipakai para
pengunjung untuk beristirahat sejenak. Ada pula mushola, toilet, dan ruang
perpustakaan yang menyediakan koleksi buku-buku seni rupa dan keramik bagi para
pengunjung.
Museum
ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun
waktu 1800-an hingga saat sekarang. Koleksi
Seni Lukis Indonesia dibagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan periodisasi
yaitu:
-
Ruang Masa Raden Saleh (karya-karya
periode 1880 - 1890)
-
Ruang Masa Hindia Jelita (karya-karya
periode 1920-an)
-
Ruang Persagi (karya-karya periode
1930-an)
-
Ruang Masa Pendudukan Jepang
(karya-karya periode 1942 - 1945)
-
Ruang Pendirian Sanggar (karya-karya
periode 1945 - 1950)
-
Ruang Sekitar Kelahiran Akademis
Realisme (karya-karya periode 1950-an)
-
Ruang Seni Rupa Baru Indonesia
(karya-karya periode 1960 - sekarang)
Untuk
Koleksi seni rupa menampilkan patung-patung sepeti Totem Asmat dan lain-lain.
Sedangkan
koleksi keramik menampilkan keramik dari beberapa daerah Indonesia dan seni
kreatif kontemporer. Selain itu ada juga koleksi keramik dari mancanegara
seperti keramik dari Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang dan Eropa dari abad 16
sampai dengan awal abad 20.
e.
Museum
Bank Mandiri
Museum Bank Mandiri
terletak di Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Barat dan merupakan salah satu
bagian dari cagar budaya Kota Tua di Jakarta.
Gambar 3.8. Museum
Bank Mandiri
(Sumber:
https://www.tripadvisor.co.id/)
Gedung
Museum Bank Mandiri (ex-Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM)) dirancang oleh
3 orang arsitek belanda yaitu J.J.J de Bruyn, A.P. Smits dan C. van de Linde.
Gedung ini mulai dibangun tahun 1929 dan pada tanggal 14 Januari 1933 dibuka
secara resmi Oleh C.J Karel Van Aalst, Presiden NHM ke-10. Gedung ex-NHM ini
tampak kokoh dan megah dengan arsitektur Niew Zakelijk atau Art Deco Klasik.
Koleksi
museum terdiri dari berbagai macam koleksi yang terkait dengan aktivitas
perbankan "tempo doeloe" dan perkembangannya, koleksi yang dimiliki
mulai dari perlengkapan operasional bank, surat berharga, mata uang kuno
(numismatik), brandkast, dan lain-lain.
Koleksi
perlengkapan operasional bank "tempo doeloe" yang unik, antara lain
adalah peti uang, mesin hitung uang mekanik, kalkulator, mesin pembukuan, mesin
cetak, alat pres bendel, seal press, safe deposit box maupun aneka surat
berharga seperti bilyet deposito, sertikat deposito, cek, obligasi, dan saham.
Di samping itu, ornamen bangunan, interior dan furniture museum ini masih asli
seperti ketika didirikan.
3.2.
Elemen
Arsitektur Museum Fatahillah
a.
Gaya
Bangunan
Langgam
arsitektur yang diterapkan pada Museum Fatahillah merupakan langgam arsitektur
Barok klasik. Penggunaan beberapa elemen dengan skala yang monumental masih
menghiasi beberapa sudut bangunan karena pengaruh gaya Neoklasik.
Gambar 3.9. Museum
Fatahillah
(Sumber:
http://rizka-felly.blogspot.co.id/)
b.
Dinding
Dinding
eksterior bangunan Museum Fatahillah tidak mengalami perubahan yang signifikan
bahkan saat masih menjadi gedung Balaikota Jakarta. Perubahan yang terjadi
hanya saat dilakukan pengecatan ulang fasade bangunan untuk menjaga estetika
bangunan.
Gambar 3.10. Dinding
Musem Fatahillah
(Sumber:
http://kirantisukma07.blogspot.co.id/)
c.
Pintu
Pintu
pada bangunan Museum Fatahillah berjumlah 14 jenis pada eksterior maupun
interior. Pintu ini mempunyai satu kesamaan yaitu berwarna merah tua dan
mempunyai hiasan atau ukiran garis yang difinishing dengan warna emas.
Pintu-pintu ini memiliki kusen yang tebal yaitu dengan rata-rata ketebalan
10cm.
Gambar 3.11. Pintu
Masuk Pengunjung Museum Fatahillah
(Sumber:
http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jma/article/viewFile/338/326)
DAFTAR PUSTAKA
https://jakartabytrain.com/2014/03/10/kantor-pos-fatahillah-saksi-sejarah-komunikasi-jakarta/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kantor_Pos_Kota
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Fatahillah#Arsitektur
http://satupedang.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-gedung-museum-fatahillah.html#
https://www.thearoengbinangproject.com/museum-seni-rupa-dan-keramik-jakarta/
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Seni_Rupa_dan_Keramik
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Bank_Mandiri
http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jma/article/viewFile/338/326
Komentar
Posting Komentar