KEGAGALAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
LATAR BELAKANG
Suatu kontrak konstruksi yang telah memenuhi syaratsyarat
yang sah dan asas-asas suatu kontrak, tidak menutup kemungkinan untuk
terjadinya kegagalan bangunan (Building Failure). Dalam pekerjaan konstruksi bangunan
sering ditemukannya kegagalan bangunan yang dapat diakibatkan oleh pihak
penyedia jasa atau pengguna jasa.
Semua pekerjaan konstruksi melakukan
pergerakannya sesuai dengan tahapan (siklus) kegiatannya yaitu diawali dengan
perencanaan, sifat bahan bangunan yang digunakan, pengujian bahan dan
bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharan bangunan.
Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan secara bertahap agar memperoleh
hasil yang baik dan memuaskan. Tahap-tahap tersebut harus dilakukan dengan
baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan maka akan mempengaruhi
kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti ketentuan atau standar yang
berlaku.
Pengertian
Kegagalan bangunan menurut UU No.18 tahun 1999 pasal 1 ayat
6 adalahkeadaan bangunan, yang
setelah diserah terimakan
oleh penyedia jasa
kepadapengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan
maupun sebagiandan/atau tidak sesuai
dengan ketentuan yang
tercantum dalam kontrak
kerjakonstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat
kesalahan penyediajasa dan/atau pengguna jasa.Menurut PP no. 29 tahun 2000
pasal 34, Kegagalan Bangunan merupakankeadaan bangunan yang tidak berfungsi,
baik secara keseluruhan maupun sebagiandari segi teknis, manfaat, keselamatan
dan kesehatan kerja, dan atau keselamatanumum
sebagai akibat kesalahan
Penyedia Jasa dan
atau Pengguna Jasa
setelahpenyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Penilaian kegagalan
bangunan
Menurut PP No. 29 tahun 2000 pasal 36 dan 37, Kegagalan bangunan dinilaidan ditetapkan oleh
satu atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta
bersifat independen dan
mampu memberikan penilaian
secaraobyektif, yang harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 bulan
sejak diterimanyalaporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan.
Tugas penilai ahli menurut PP No.29 tahun 2000 pasal 38 ayat
1 yaitu:
a) Menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan;
b) Menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan
bangunan;
c) Menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan
bangunan sertatingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan;
d) Menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti
rugi yang harusdibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan;
e) Menetapkan jangka waktu pembayaran kerugian.Menurut PP
no.29 tahun 2000 pasal 38 ayat 2, Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan
hasil penilaiannya kepada
pihak yang menunjuknya
dan menyampaikan kepada Lembaga dan instansi yang mengeluarkan izin
membangun, paling lambat 3 bulan setelah melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan pasal 39 PP No. 29 tahun 2000, Penilai ahli
berwenang untuk :
a. menghubungi
pihak-pihak terkait, untuk
memperoleh keterangan yangdiperlukan;
b. memperoleh data yang diperlukan;
c. melakukan pengujian yang diperlukan;
d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan.
Kewajiban, tanggung
jawab, ganti rugi pengguna dan penyedia jasa
Berdasarkan UU No.18 tahun 1999 pasal 25, Pengguna jasa
konstruksi dan penyedia jasa wajib
bertanggung jawab atas kegagalan
bangunan. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa
ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling
lama 10 tahun yang ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
Berdasarkan UU No.18 tahun 1999 pasal 26 dan 27, Jika terjadi
kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas
konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain,
maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dandikenakan ganti rugi.
Berdasarkan pasal 35 PP No. 29 tahun 2000, Jangka waktu pertanggung jawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan umur konstruksi
yang direncanakan dengan maksimal 10 tahun, sejak penyerahan akhi rpekerjaan
konstruksi. Penetapan umur konstruksi yang direncanakan dan Jangka waktu pertanggung jawaban atas
kegagalan bangunan harus secara jelas dan tegasdinyatakan dalam dokumen perencanaan,
serta disepakati dalam kontrak kerja konstruksi.
Berdasarkan PP No. 29 tahun 2000 pasal 45, Pengguna jasa
wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-tindakan yang
diambil kepada Menteri atau instansi yang berwenang dan Lembaga. Pengguna jasa
juga bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan
pengguna jasa.
Contoh kasus
kegagalan bangunan
KASUS: Gedung Baru DPRD Mulai Hancur, Kontraktor Harus
Bertanggungjawab
PEKANBARU, MIMBARRIAU-
Gedung mewah DPRD Pekanbaru yang
belum sampai satu tahun lamanya, kini tampak mulai hancur
dan retak-retak. Padahal, pembangunan gedung itu telah
menghabiskan APBD Pekanbaru sebesar Rp46 miliar dan belum diserahkan kepada
pihak dewan. Pantauan Harian Detil di lapangan, terlihat di beberapa sudut bangunan
ditemukan keretakan. Seperti keretakan dinding gedung serta keramik lantai yang
sudah mulai menggelembung bergelombang.
Kuat dugaan kondisi ini terjadi akibat kontruksi
bangunan yang dikerjakan PT Waskita Karya sudah tidak sesuai bestek dan diduga
untuk menghemat biaya pembangunan oleh kontraktor. Keretakan gedung
mulai tampak di depan lift tepatnya ruangan Fraksi Demokrasi Kebangsaan
Raya (DKR) sepanjang 2 meter. Kemudian di depan lift lantai 1 juga tampak
keramik lantai yang sudah mulai
menggelembung sebanyak 20 keramik. Bahkan parahnya lagi, saat
keramik dipijak terasa berjalan di atas angin.
Jika ini dibiarkan,
dikhawatirkan akan patah dan serpihannya dapat melukai seseorang. Gedung DPRD
Pekanbaru baru saja selesai dibangun beberapa bulan. Namun kondisinya sudah
seperti saat ini. Untuk itu, dia meminta agar kontraktor Waskita Karya untuk
segera memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi. Hal ini terjadi karena
kurangnya analisis mengenai tapak atau site, sehingga terjadi kesalahan pada
perencanaannya, yang menyebabkan kurang kuatnya pondasipada bangunan sehingga
menyebabkan keretakan pada dinding.
ANALISA:
Berdasarkan PP no. 29 tahun 2000 pasal 10 ayat 3 yaitu
Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana
konstruksi, maka tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan
pada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha pelaksana konstruksi
penandatangan kontrak kerja konstruksi maka jika memang terbukti yang melakukan
kesalahan yang menyebabkan kegagalan bangunan adalah kontraktor, maka kontraktor
akan dikenakan sanksi dan harus mengganti kerugian yg diderita
oleh pengguna jasa. Sanksi tersebut
dapat berupa sanksi administratif (pasal 59
PP no. 29
tahun 2000), seperti: peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha dan atau profesi, pembekuan izin usaha dan atau profesi,
dll.
Undang-Undang No. 18 Tahun 1999
Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2000
Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 2000
Komentar
Posting Komentar