LINGKUNGAN (SETTING) KRITIK ARSITEKTUR

KRITIK adalah....
Bentuk yang paling dikenal dari sebuah kritik adalah “komentar” dan penilaian dalam koran, majalah dan profesional jurnal. Selain itu sejarahwan juga merupakan salah satu  bentuk dari kritik, kritik mereka cenderung memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi di masa lampau atau menunjukan kejadian mana dimasa lalu yang layak untuk diberikan perhatian. Ketika sejarahwan memberitahukan untuk lebih selektif dalam memperhatikan dan memberitahukan apa makna dari salah satu peristiwa penting, mereka lebih menjadi penerjemah dibanding documenter. Bentuk lain dari kritik yang berkaitan dengan arsitektur salah satunya ialah pengajar di akademi yang membahas tentang kritik desain.

Kritik arsitektur dapat ditemukan dalam berbagai situasi, termasuk dalam saat-saat penting ketika mengajukan usul solusi desain untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain dalam memberikan pendapat mengenai ide. Proses kritik biasanya berada diantara desainer dengan perusahaannya, diantara, klien dengan arsitek, diantara arsitek dengan kontraktor, diantara pengguna bangunan dengan bangunan itu sendiri.

Untuk beberapa orang, kritik sangat berguna karena merupakan salah satu fasilitas untuk mengerti. Mereka ingin tahu mengapa bangunan berbentuk seperti demikian, siapa yang bertanggung jawab tentang itu, dan apa artinya itu.

Meskipun respon kita terhadap kritik lebih sering bertahan dan di intimidasi dengan hal-hal yang muncul menjadi pendapat yang negatif tentang pekerjaan kita dan karena itu pribadi kita menjadi bernilai. Dengan mengerti metode tentang kritik seharusnya dapat membuat kemungkinan untuk membuat diskriminasi antara metode dan tujuan. Sehingga dapat melihat metode kritik sebagai taktik, kendaraan untuk menyampaikan konten secara signifikan.
Kunci untuk mencapai pengertian mengenai kritik sebagai sarana bukan ancaman ialah melihat kritik itu sebagai perilaku bukan ancaman.

Secara garis besar lingkungan (setting) kritik arsitektur dapat diidentifikasi dalam beberapa kondisi, antara lain: Self (diri), Authority (yang berwenang), Expert (pakar), Peer (kelompok) dan Layman (orang awam). Ada tambahan tata cara kritik selain yang disebutkan sebelumnya seperti aspek-aspek dari kekuasaan, ahli, teman sebaya, orang baru, dan orang awam. Antara lain:

1. KRITIK DIRI (SELF CRITICISM)
·      Kritik diri merupakan situasi dimana perancang atau pembuat keputusan mengkritisi dirinya sendiri dalam proses perancangan. Kritik model ini memusatkan perhatian pada pengkayaan pikiran diri. Dengan ini diharapkan kritikus dapat lebih banyak mempelajari dan mengembangkan berbagai fenomena yang muncul dalam situasi dan hukum-hukum perancangan.

·      Kritik diri merupakan kerja yang otoritasnya merupakan komposisi dari beberapa kegiatan:
a. Pengayaan/Penyaringan (Labour of Shifting)
b. Penggabungan (Labour of Combining)
c. Penyusunan (Labour of Constructing)
d. Penghapusan (Labour of Expunging)
e. Pembetulan (Labour of Correcting)
f. Pengujian (Labour of Testing)

·   Seorang artis dalam pekerjaan keseniannya ia tidak cukup sekadar menjadi dirinya. Dia harus berfungsi dan bertindak sebagai dua orang setiap saat dan dalam berbagai cara. Satu sisi ia berlaku sebagai penghayal (imaginer) dan pembuat (producer) tetapi pada sisi lain ia juga kritikus (Shan, 1957)

·      Setidaknya ada lima suara (bisikan) yang secara psikologis menyertai diri ketika dihadapkan dalam usaha memecahkan proses perancangan, yaitu :

A.  Suara Keharusan (The Should Voices)
Ada dua suara keharusan (should voice) yang mencoba meyakinkan diri untuk melakukan ini atau itu.
-        Suara yang berwenang (authority voices) mengatakan pada diri bahwa diri naïf dan tidak kompeten dan menyatakan bahwa diri harus lebih baik lagi.

-          Suara umum (peer voice) mengatakan bahwa kita professional dan harus mempertanggung jawabkannya. Secara psikologis should (keharusan akan) dalam suara bisikan ini telah menjadi “obsesi neurotic”. Semua ini berkecamuk di sekeliling diri selama berlangsungnya proses berkarya. Rujukan dari suara keharusan mengacu pada prinsip-prinsip moral tertentu yang harus dipertimbangkan dalam diri.


B.  Suara Ketakutan (The fear voices)
Ada dua suara ketakutan :

  • -          Ketakutan pada Kegagalan (Fear of Failure)
Adakalanya ketika kritik telah kita lontarkan tiba-tiba diri merasa bahwa diri tidak mampu
bertindak semuanya. Apa yang dilakukan terasa salah dan akan gagal. Diri ditempatkan
sedemikian rupa dalam kebenaran yang lain yang lebih terpercaya. Ketakutan pada kegagalan menyeruak ketika diri dapat mengantisipasi suara petuah dan suara umum dan juga tahu bahwa mereka benar. Karya diri tidak terlalu baik atau diri harus menghentikannya.


  •       Ketakutan pada Kesuksesan (Fear of Success)
Jika diri sukses dalam tugas, maka sukses akan membawa tanggungjawab baru, standard
yang lebih tinggi dan tuntutan performa yang lebih baik lagi ke depan.

C.  Suara peringatan (The Cautionary voice)
Suara peringatan mengklain lebih mengetahui diri dari pada diri saya sendiri. Suara-suara itu ditemukan dalam serapan pengalaman dan kemampuan internal.


2. KRITIK YANG BERWENANG (THE AUTHORITATIVE SETTING)
·    Sumber kritik otoritas adalah kekuatan yang melekat dalam posisi social. Hubungan secara hirarkis individu dengan pembuat keputusan dan penentu kebijakan.
·     Dalam kasus yang sama adalah dasar-dasar kritik yang berlangsung dalam situasi pendidikan studio perancangan. Sekalipun dalam banyak model pendidikan sebagaimana di Beaux Art Guru dipandang sebagai partner dalam proses pembelajaran. Ada juga dalam model pendidikan kontemporer yang masih memandang guru secara structural memiliki kepekaan untuk menyukai individu tertentu sebagai sebuah figure yang semi otoriter.
·    Terdapat beberapa kesulitan dalam kritik yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas (John Wade, 1976):

      a. Peran juri yang berlaku sebagai pihak yang memiliki otoritas menghakimi tetapi juga memiliki         kekauasaan instruksional.
    b. Adanya fleksibelitas dalam menetapkan nilai kritik yang dilancarkan- dimana kritikus merespon, pada fakta projek yang sedang dipresentasikan.
   c. Keputusan dipengaruhi oleh situasi yang beragam yang dihadapi masing-masing pendidikan, keputusan yang dilakukan secara acak terinspirasi dari solusi yang datang berdasarkan pengaruh jaman.
      d.  Tidak ada kualitas nilai yang secara eksplisit tertuang dalam setiap keputusan.


3. KRITIK PAKAR (EXPERT CRITICISM)
·   Kritik pakar dipandang tidak memiliki kekuatan yang spesifik melampaui apa yang dikritiknya. Dampaknya sangat bergantung pada kesan-kesan yang lain yang berkait dengan pengetahuan secara khusus dan kemampuan internalnya.
·    Kritik biasanya berupa tulisan popular yang dimuat di media massa. Pakar dalam hal ini biasanya adalah orang-orang jurnalis yang memiliki kepekaan untuk membuat paparan dan pengumpulan fakta-fakta.
·     Melalui berbagai perangkat pengalamannya mereka mendemonstrasikan kemampuan pemahamannya tentang isu-isu yang berkaitan dengan desain lingkungan.
·   Dua bentuk kritik pakar : Kolom umum dan Berita palsu. Kolom umum biasanya berupa tulisan yang dikarakteristikkan sebagai berita pembentuk opini yang memiliki tendensi pengajuan karakteristik tertentu yang diinginkan. Berita Palsu, menyajikan samaran dari sebuah berita dan upaya advertensi (pengiklanan).
·   Adakalanya kritikus pakar juga menuai kritik antara lain, sebagaimana ditulis oleh Ada Louise Huxtable : Yang terhormat Tuan Kritikus : Artikel anda tentang arsitektur sungguh mengindikasikan bahwa anda kurang memiliki kepekaan rasa. Arsitektur terlalu penting untuk dibiarkan kepada para kritikus arsitektur.


4. KRITIK KELOMPOK (PEER CRITICISM)
Kebanyakan lingkungan masyarakat dan institusi tertentu dalam kritik kelompok (peer criticism) tentang arsitektur adalah juri penghargaan desain. Dalam hal ini arsitek professional mengevaluasi dan memberikan pengetahuan khusus tentang desain yang dibawa oleh para professional. Institusi lain dalam kritik kelompok adalah buku atau artikel yang ditulis oleh para arsitek tentang arsitek-arsitek lain.
Beberapa kriteria kualitas yang biasanya menjadi poin-poin evaluasi dalam kritik kelompok :
a. Bangunan harus memiliki konsep
b. Bangunan harus mencerminkan keteraturan struktur
c. Bangunan harus menghargai dan respek terhadap lingkungan
d. Ruang harus peka terhadap emosi lingkungan
e. Sangat disarankan untuk menggunakan teknologi yang dipersyaratkan
f. Bangunan harus memiliki makna dan ruang yang selalu bisa diingat, dll.

5. KRITIK AWAM (LAYMAN CRITICISM)
·      Awam lebih diarahkan pada pengguna lingkungan fisik yang :
a. Tidak menyadari bahwa lingkungan fisik diciptakan
b. Tidak secara khusus dilatih sebagai desainer dan kritikus.
·      Beberapa kategori dasar respon awam dalam memandang arsitektur :
a. Perhatian terhadap Lingkungan
b. Perilaku terhadap lingkungan antara desain dan kebutuhan kondisi lingkungan yang diinginkan.
c. Modifikasi terhadap lingkungan :
- Yang tidak disadari
- Yang disadari (improvement/perbaikan).
- Yang disadari (destruksi/penghancuran







Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERENCANAAN & PERANCANGAN KOTA EKOLOGIS (CONTOH KOTA)

ARSITEKTUR POST-MODERN

KONSERVASI ARSITEKTUR KAWASAN KOTA TUA JAKARTA